ANALISIS NERACA PERDAGANGAN KUARTAL 1 2019
Neraca Perdagangan Indonesia
Pengertian
Neraca Perdagangan Internasional adalah
suatu catatan yang memuat atau mencatat semua transaksi ekspor dan transaksi
impor barang suatu negara. Neraca perdagangan dibuat agar suatu negara dapat
mengetahui perkembangan perdagangan internasional yang dilakukan. Keadaan
neraca suatu perdagangan ada tiga kemungkinan yaitu surplus, defisit, atau
seimbang.
1. Neraca Perdagangan Defisit atau Negatif
Neraca perdagangan defisit adalah
neraca perdagangan yang menunjukkan jumlah transaksi pembayaran luar negeri
(disebut transaksi debet) lebih besar dibandingkan transaksi penerimaan dari
luar negeri (disebut transaksi kredit).
Untuk mengatasi defisit neraca
perdagangan dan pengaruhnya pada pertumbuhan ekonomi, terdapat solusi jangka
pendek dan panjang yang dapat diupayakan pemerintah. Dalam
jangka pendek, ekspor harus digencarkan. Langkah yang dapat ditempuh adalah
memaksimalkan pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS. Karena rupiah
yang melemah membuat nilai produk ekspor Indonesia menjadi lebih kompetitif.
Sementara itu, untuk jangka panjang,
mau tidak mau, Pemerintah harus serius membangun industri di tanah air. Jangan
sampai perbaikan pertumbuhan ekonomi membuat impor bahan baku maupun barang
modal mengalami peningkatan. Ini penyakit lama yang sering berulang. Obat dari
penyakit ini adalah membangun industri yang mampu memproduksi bahan baku dan
barang modal yang biasa diimpor. Proses ini tidaklah mudah, apalagi
ketergantungan ini sudah berlangsung sangat lama. Namun, bukan tidak mungkin
itu diupayakan. Salah satu bahan baku yang sering diimpor adalah bauksit dalam
membuat aluminium. Pemerintah perlu memberikan insentif kepada perusahaan yang
bersedia mengembangkan industri ini. Jangan hanya mengandalkan perusahaan
negara. Insentif berupa pengurangan pajak dapat diberikan. Tetapi, insentif
saja tidaklah cukup. Perlu kemudahan lain dalam bentuk perizinan yang ringkas
sampai kepastian dari sisi keamanan, upah tenaga kerja, dan penyiapan sumber
daya manusia berkualitas.
2. Neraca Perdagangan Surplus atau Positif
Neraca perdagangan
surplus adalah neraca pembayaran yang menunjukkan transaksi debet lebih kecil
dibandingkan transaksi kredit.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati
mengatakan pemerintah perlu tetap waspada meskipun neraca perdagangan Februari
2019 tercatat surplus.
"Kita tetap terus waspada, kenapa?
Karena neraca dagangnya ini positif karena dua-duanya negatif, yaitu ekspor
negatif dan impornya turun lebih dalam lagi," ujarnya di Serang, Banten,
Jumat (15/3/2019).
Sri Mulyani mengungkapkan pemerintah akan
mencermati lebih mendalam pelemahan kinerja perdagangan yang terjadi. Dia
menerangkan perlu dilihat kembali apakah kondisi ini biasa terjadi secara
musiman pada Februari-Maret atau memang sesuatu yang sifatnya fundamental
karena dampak pelemahan ekonomi dunia.
Pemerintah juga akan memantau dampak
penurunan impor yang cukup dalam terhadap kenaikan serapan bahan baku dan
barang modal domestik. Pelemahan impor yang tidak disertai dengan kenaikan
serapan bahan baku domestik substitusi mengindikasikan sektor produksi yang
melemah.
"Paling tidak, surplus ini
memberikan sinyal positif kepada kita semua. Namun, masih banyak pekerjaan
rumah yang harus kita selesaikan," lanjut Sri Mulyani.
Badan Pusat Statistik (BPS) telah
mengumumkan neraca dagang Februari 2019 membukukan surplus senilai US$330 juta.
Surplus neraca dagang terjadi lantaran impor menurun lebih tajam ketimbang
ekspor yang juga terkoreksi.
Nilai ekspor
Februari 2019 senilai US$ 12,53 miliar, atau turun 10,03% dibandingkan Januari
2019. Sementara itu, nilai impor Februari 2019
mencapai US$ 12,2 miliar, atau turun lebih tajam sebesar 18,61%.
3. Neraca Perdagangan Seimbang
Neraca perdagangan
Seimbang adalah neraca pembayaran yang menunjukan transaksi debet sama dengan
transaksi kredit.
Kinerja ekspor maupun impor akan berjalan
seimbang tahun ini. Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Beppenas) menilai
ekspor akan meningkat seiring peningkatan impor.
Direktur Perencanaan Ekonomi Bappenas
Bambang Prijambodo mengatakan selama pertumbuhan ekonomi Asia bergerak maka
ekspor tidak akan mengalami masalah. "Kami optimistis ekspor akan tumbuh
double digit, bisa mencapai 12% tahun ini," kata Bambang, Selasa (3/5).
Pertumbuhan ekspor masih lamban
dibandingkan impor
Pemicunya adalah negara-negara Asia
memimpin pemulihan kondisi perekonomian global sehingga mendorong neraca
perdagangan internasional meningkat. Alhasil, semakin membuka peluang ekspor
Indonesia yang lebih besar.
Sedangkan, impor akan tumbuh signifikan
lantaran kondisi perekonomian nasional bergerak cukup cepat sehingga
membutuhkan pasokan dari negara lain. Salah satunya adalah China yang masih
memegang peranan penting dalam perdagangan internasional. "Masuk akal
ketika impor China yang masuk ke Indonesia juga cukup besar," imbuhnya.
Tapi, tidak perlu khawatir dengan kondisi
itu. Sebab, pemerintah menjaga keseimbangan antara kinerja ekspor dan impor
agar neraca perdagangan dan neraca berjalan tetap surplus. Menurutnya, neraca
berjalan dari kinerja ekspor-impor Indonesia masih akan surplus baik di tahun
ini maupun tahun 2012.
Apalagi, Indonesia memiliki potensi besar
dalam meningkatkan ekspor terutama sektor non minyak dan gas (migas).
"Potensi sumber daya alam (SDA) Indonesia yang sangat besar dan dibutuhkan
di negara lain," terangnya.
Deputi Menko Perekonomian Bidang
perdagangan dan industri, Edy Putra Irawady menilai, salah satu penyebab
pertumbuhan ekspor tidak terlalu cepat adalah kondisi Jepang pasca gempa bumi
dan Tsunami. Sebab, Jepang adalah mitra dagang terbesar Indonesia. Menurutnya,
impor Jepang menurun kapasitasnya di atas 40%.
Namun, pemerintah
bakal meningkatkan ekspor ke Jepang. Caranya, melakukan diversifikasi ekspor
serta promosi produk inovatif seperti jasa konstruksi dan produk yang bernilai
tambah. "Promosi ke Jepang adalah produk bahan bangunan, kebutuhan rumah
tangga hilang 18% tapi akan naik 20%," terang Edy Putra.
Jenia Neraca Perdagangan (Trade Balance):
1. Neraca Perdagangan Barang: Ini biasanya
adalah komponen terbesar, yaitu aktivitas ekspor dan impor barang dengan negara
lain, semua jenis barang baik barang primer/komoditas, barang industri,
konsumsi, dan lain-lain.
2. Neraca Perdagangan Jasa: komponen
terbesar biasanya berkaitan dengan transportasi baik freight (angkutan barang)
atau travel (angkutan orang). Misalnya, jika kita mengirim barang menggunakan
jasa freight/shipping perusahaan di luar negeri, artinya kita melakukan “impor
jasa”, karena harus membayar perusahaan asing tersebut dalam mata uang asing,
mis. dollar AS. Wisatawan yang berkunjung ke Indonesia pada dasarnya merupakan
pendapatan “ekspor jasa” bagi Indonesia, karena mereka melakukan pembayaran
mereka menggunakan jasa berkaitan dengan aktivitas mereka di Indonesia, dan mereka
membayarnya dengan mata uang asing/devisa (tentu mereka menukarnya lebih dahulu
di bank atau money changer).
Defisit pada neraca perdagangan jasa
kembali menjadi salah satu penyebab pelebaran defisit neraca transaksi berjalan
alias current account deficit (CAD). Laporan Bank Indonesia yang dirilis Jumat
(9/11) lalu mencatat, defisit transaksi berjalan Indonesia sepanjang
kuartal-III 2018 naik menjadi US$ 8,8 miliar atau setara 3,37% dari produk
domestik bruto (PDB).
Ekspor jasa sepanjang kuartal III-2018
mencapau US$ US$ 7,53 miliar. Sementara, impor jasa tercatat lebih besar yakni
US$ 9,74 miliar. Lantas, neraca perdagangan jasa pun mengalami defisit sebesar
US$ 2,22 miliar, naik dari defisit US$ 1,86 miliar pada kuartal sebelumnya.
Jasa transportasi menjadi komponen
penyumbang defisit neraca jasa terbesar seiring lebih tingginya jumlahkunjungan
wisatawan nasional (wisnas) ke luar negeri, antara lain dalam rangka
pelaksanaan ibadah haji, dan meningkatnya pembayaran jasa freight seiring
dengan meningkatnya impor barang.
Pada kuartal-III 2018, jasa transportasi
mencatat defisit sebesar US$ 2,42, atau naik dari US$ 2,07 miliar pada kuartal
sebelumnya. Defisit transportasi barang menjadi yang paling besar yakni
mencapai US$ 1,85 miliar, naik dari kuartal sebelumnya sebesar US$ 1,64 miliar.
"Neraca perdagangan jasa memang
selau menjadi penyumbang defisit, hal ini disebabkan transportasi ekspor dan
impor yang berasal dari luar negeri," ujar Muhammad Faisal, Ekonom Center
of Reform on Economics (Core) Indonesia, Minggu (11/11).
"Kita masih belum punya
transportasi, pelabuhan, serta standardisasi SDM (sumber daya manusia) yang
memadai," lanjutnya.
Head of Economic & Research UOB
Indonesia Enrico Tanuwidjaja juga menilai, neraca perdagangan jasa Indonesia
masih dibebani oleh pembayaran pengantaran barang menggunakan kapal-kapal
asing.
"Defisit neraca jasa ini bukan hal
baru. Ini masalah kapasitas yang tidak bisa diselesaikan dalam jangka waktu
pendek," kata Enrico.
Sementara, Ekonom Institute for Development
of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira, menilai, peningkatan defisit
neraca pedagangan jasa juga disebabkan oleh pertumbuhan wisatawan mancanegara
(wisman) yang tak sesuai ekspektasi.
Dalam laporan BI, transaksi jasa
perjalanan di sepanjang kuartal III-2018 sejatinya mengalami surplus US$ 1,3
miliar. "Tapi ternyata adanya event Asian Games kemarin belum mampu
menciptakan efek pertumbuhan kunjungan wisman yang cukup besar," kata
Bhima, Jumat (9/11)
Hal tersebut menurut Bhima, bisa jadi
juga disebabkan oleh adanya peristiwa force majeur yakni bencana alam yang
terjadi di beberapa tempat sekaligus di Indonesia belakangan ini. "Itu
yang membuat jumlah wisman overall pertumbuhannya tidak terlalu tinggi meski
sudah didorong acara seperti Asian Games," tambahnya.
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Neraca
Perdagangan
Secara teoritis, ada beberapa faktor yang
dapat mempengaruhi Neraca Perdagangan Internasional suatu negara. Diantaranya:
1. Biaya produksi di negara importir versus
negara eksportir. Umpamanya biaya produksi tekstil di negara A lebih mahal
ketimbang biaya produksi tekstil di negara B, maka industri garmen negara AS
akan cenderung mengimpor tekstil daripada membeli produk lokal.
2. Ketersediaan bahan mentah (bahan baku).
Umpamanya negara X ingin memproduksi pipa besi berkualitas tinggi, tetapi di
wilayahnya tidak tersedia tambang bijih besi, sehingga harus mendatangkan dari
luar negeri.
3. Nilai tukar mata uang. Negara dengan
nilai tukar mata uang mahal, maka daya saingnya dalam perdagangan internasional
akan cenderung rendah. Sedangkan negara dengan nilai tukar lemah, justru
memiliki daya saing lebih tinggi karena harga produknya akan menjadi lebih
murah bagi pengguna mata uang berbeda.
4. Standarisasi Barang Impor. Penerapan
standar tertentu bagi barang impor atau barang yang diperbolehkan beredar bisa
menjadi hambatan bagi suatu negara untuk mengekspor barangnya ke negara lain.
5. Tarif impor atau ekspor. Penerapan bea
impor oleh suatu negara merupakan suatu langkah yang dapat diambil untuk
menanggulangi defisit Neraca Perdagangan. Sedangkan apabila dikhawatirkan akan
ada ekspor barang vital, maka pemerintah bisa mematok tarif ekspor tinggi guna
mencegah pengirimannya ke luar negeri.
Keempat faktor tersebut merupakan
komponen utama yang dapat menentukan apakah aliran ekspor atau impor yang akan
lebih unggul dalam Neraca Perdagangan Internasional suatu negara. Namun, setiap
tindakan ekspor maupun impor biasanya harus pula disertai ijin dari pihak
berwenang, sehingga kebijakan pemerintah merupakan penentu utama.
Manfaat Neraca Perdagangan
a.
Sebagai tolak ukur arah kebijakan yang diambil oleh pemerintah dan pihak
terkait. Neraca Perdagangan sebagai salah satu alat untuk menentukan arah
kebijakan yang akan diambil oleh pemerintah dan pihak terkait. Dalam hal ini
untuk pelaku kegiatan ekonomi internasional.
b.
Untuk mengetahui besaran jumlah pengeluaran dan pendapatan suatu negara.
Neraca Perdagangan berfungsi sebagai pemberi informasi jumlah atau besaran
angka ekspor maupun impor. Jika nilai ekspor lebih tinggi maka dapat dikatakan
surplus atau kelebihan pendapatan. Sebaliknya apabila nilai ekspor lebih kecil
dari impor maka dikatakan sebagai defisit atau keadaan yang tidak
menguntungkan.
c.
Menjadi informasi kegiatan ekonomi internasional, dalam hal ini menjadi
sumber informasi perdagangan internsional. Ketika suatu negara mengalami
peningkatan ekspor maupun impor, maka negara lain akan mengetahui dan dapat
melakukan pertimbangan untuk menjalin kerjasama.
Kondisi Ekonomi Global dan Hubungannya
terhadap Neraca Perdagangan
No. 21/11/DKom
Neraca perdagangan Indonesia pada Januari
2019 mengalami defisit 1,16 miliar dolar AS, sedikit naik dari defisit bulan
sebelumnya sebesar 1,03 miliar dolar AS. Defisit tersebut terutama dipengaruhi oleh
kenaikan defisit neraca perdagangan migas akibat penurunan ekspor migas yang
lebih besar dibandingkan dengan penurunan impor migas. Sementara itu, defisit
neraca perdagangan nonmigas tidak banyak berbeda dibandingkan dengan bulan
sebelumnya ditunjang peningkatan ekspor nonmigas di tengah impor nonmigas yang
masih kuat.
Defisit neraca perdagangan migas pada
Januari 2019 tercatat sebesar 0,45 miliar dolar AS, meningkat dibandingkan
dengan defisit pada bulan sebelumnya sebesar 0,28 miliar dolar AS. Defisit
tersebut dipengaruhi penurunan ekspor migas dari 1,75 miliar dolar AS pada
Desember 2018 menjadi 1,23 miliar dolar AS pada Januari 2019. Penurunan
terutama terjadi pada komponen hasil minyak dan minyak mentah sejalan dengan
penurunan volume ekspor dan harga minyak. Penurunan ekspor migas ini lebih
besar dibandingkan dengan penurunan impor migas yang pada Januari 2019 tercatat
1,69 miliar dolar AS, turun 0,34 miliar dolar AS (mtm) dibandingkan dengan
capaian bulan sebelumnya. Penurunan impor migas juga terjadi pada komponen
hasil minyak dan minyak mentah, seiring harga minyak yang menurun.
Defisit neraca perdagangan nonmigas pada
Januari 2019 tercatat sebesar 0,70 miliar dolar AS, tidak banyak berubah
dibandingkan dengan defisit pada bulan sebelumnya sebesar 0,75 miliar dolar AS.
Kondisi ini dipengaruhi kenaikan ekspor nonmigas di tengah impor nonmigas yang
stabil. Ekspor nonmigas tercatat 12,63 miliar dolar, naik sebesar 0,05 miliar
dolar AS (mtm) dari capaian Desember 2018. Ekspor nonmigas tersebut didominasi
oleh komponen kendaraan dan bagiannya, mesin/peralatan listrik, serta besi dan
baja. Sementara itu, impor nonmigas tercatat 13,34 miliar dolar AS, dimana
kenaikan permintaan impor antara lain terjadi pada impor bahan kimia organik,
plastik dan barang dari plastik, serta besi dan baja.
Bank Indonesia memandang perkembangan
neraca perdagangan pada Januari 2019 tidak terlepas dari pengaruh pertumbuhan
ekonomi global yang melandai dan harga komoditas ekspor Indonesia yang menurun,
di tengah permintaan domestik yang masih solid. Ke depan, Bank Indonesia dan
Pemerintah akan terus berkoordinasi mencermati perkembangan ekonomi global dan
domestik sehingga tetap dapat memperkuat ketahanan sektor eksternal, termasuk
prospek kinerja neraca perdagangan.
Tidak ada komentar: