TATA CARA PENGHITUNGAN DAN PELAPORAN PAJAK


A.      Cara Perhitungan Pajak
1.         Membuat Daftar Atas Penghasilan Anda Setiap Bulan
Pajak penghasilan dikenakan pada penghasilan total yang diterima dalam masa tahun pajak (satu tahun). Jika Anda bukan seorang pegawai yang penghasilan per bulannya tetap, maka perlu membuat daftar atas penghasilan yang Anda terima tiap bulannya. Besaran penghasilan yang dihitung bukan hanya gaji pokok tapi juga tunjangan-tunjangan yang Anda terima. Dengan kata lain, Anda harus menghitung penghasilan kotor selama satu tahun pajak.
2.         Menghitung PTKP Anda
Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) adalah pengurangan penghasilan neto bagi wajib pajak orang pribadi dalam menentukan besarnya penghasian kena pajak (PKP).

Setiap orang memiliki hitungan PTKP yang berlainan karena 2 faktor utama berikut ini:
                                       1.            Besarnya penghasilan yang berbeda-beda setiap orang.
                                       2.            Besarnya tanggungan rumah tangga atau tanggungan keluarga.
Berdasarkan Peraturan Direktorat Jenderal Pajak Nomor: Per-16/PJ/2016, besarnya PTKP adalah:
                                       1.            Rp 54.000.000 untuk diri Wajib Pajak orang pribadi.
                                       2.            Rp 4.500.000 tambahan untuk Wajib Pajak yang kawin.
                                       3.            Rp 4.500.000 tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturuanan lurus serta anak angkat, yang menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak 3 (tigas) orang untuk setiap keluarga.
      3.            Mencari Selisih Antara Penghasilan Kotor dengan PTKP
Penghasilan kotor (bruto) dikurangi PTKP menghasilkan penghasilan neto atau penghasilan kena pajak (PKP). Setelah nilai penghasilan bruto dan PTKP diketahui, maka proses perhitungan PKP dapat dilakukan.
Setelah angka atau nilai PKP sudah ada, maka besaran pajak penghasilan sudah dapat dilakukan.
      4.            Tahapan Menghitung PPh
Setelah besaran PKP sudah diketahui, Anda dapat langsung menghitung pajak penghasilan dengan ketentuan berikut ini:
                             1.             Penghasilan bersih yang kurang dari Rp 50.000.000,00 tarif pajaknya sebesar 5%.
                             2.             Penghasilan bersih antara Rp 50.000.000,00 sampai dengan Rp 250.000.000,00 dikenai tarif pajak sebesar 15%
                             3.             Penghasilan bersih antara Rp 250.000.000,00 sampai dengan Rp 500.000.000,00 dikenai tarif pajak sebesar 25%
                             4.             Sedangkan untuk penghasilan bersih di atas Rp. 500.000.000,00 dikenai tarif pajak 50%.
Contoh Cara Menghitung Pajak Penghasilan
                  1.            Jika Anda memiliki penghasilan per bulan Rp 5.000.000, maka penghasilan kotor per tahunnya mencapai Rp 60.000.000.
                  2.            Bila Anda masih bujangan, maka Anda masuk dalam kategori PTKP poin pertama yakni Rp 54.000.000.
                  3.            Penghasilan kotor-PTKP = penghasilan bersih yakni Rp 60.000.000-Rp 54.000.000 = Rp 6.000.000. Penghasilan bersih Anda adalah Rp 6.000.000.
                  4.            Dari penghasilan ini, Anda bisa menghitung besarnya pajak yang akan Anda bayarkan. Cara menghitung pajak penghasilan dengan penghasilan bersih Rp 6.000.000 maka Anda akan mengikuti poin tarif pajak yang kedua yakni 15%.
                  5.            Pajak penghasilan = 15% x Rp 6.000.000 = Rp 900.000. Jadi, pajak penghasilan per tahun yang harus Anda setor ke negara adalah Rp 900.000 atau Rp 75.000 per bulan.


Adapun penghitungan menggunakan pasal 21
Semua yang Perlu Anda Ketahui tentang Perhitungan PPh 21
1.   Dasar Hukum Perhitungan PPh Pasal 21
Dasar hukum perhitungan dan pemotongan pajak penghasilan ini terdapat pada UU No. 36 Tahun 2008 Pasal 21 (PPh Pasal 21) dan Peraturan Direktur Jenderal Pajak No. PER-16/PJ/2016 yang mengatur tarif terbaru Penghasilan Tidak Kena Pajak 2016 (PTKP terbaru).
2.  Cara Perhitungan PPh 21 : Komponen-komponen Perhitungan PPh Pasal 21
Untuk memahami detail perhitungan PPh Pasal 21, Anda bisa mempelajari komponen-komponen dan konsep dasar cara perhitungan PPh 21 di bawah ini. Komponen-komponen tersebut terbagi dalam 3 bagian besar yaitu:
1.      Penghasilan Bruto (Penghasilan Kotor) PPh Pasal 21
Penghasilan bruto atau penghasilan kotor adalah jenis penghasilan yang dikenakan pemotongan PPh Pasal 21. Unsur-unsur penambah penghasilan yang termasuk dalam penghasilan bruto, adalah:
a.      Penghasilan Rutin
Cara perhitungan PPh 21 2016 tidak akan terlepas dari penghasilan rutin wajib pajak orang pribadi, yakni upah atau gaji yang diterima secara teratur dalam jangka waktu tertentu, seperti:
      1. Gaji Pokok
        Gaji pokok adalah gaji dasar yang ditetapkan untuk melaksanakan satu jabatan atau pekerjaan tertentu pada golongan pangkat dan waktu tertentu.
      2. Tunjangan
        Tunjangan adalah penghasilan tambahan di luar gaji pokok yang berkaitan dalam pelaksanaan tugas dan sebagai insentif. Misalnya adalah tunjangan jabatan, tunjangan transportasi, tunjangan makan, dll.
b.      Penghasilan Tidak Rutin
Penghasilan tidak rutin adalah upah atau gaji yang diterima secara tidak teratur oleh seorang pegawai atau penerima penghasilan lainnya, seperti:
      1. Bonus
        Bonus adalah tambahan penghasilan di luar gaji kepada pegawai atau dividen tambahan kepada pemegang saham.
      2. Tunjangan Hari Raya Keagamaan ( THR )
        THR adalah pendapatan non upah yang wajib dibayarkan oleh pengusaha kepada pekerja/buruh yang telah mempunyai masa kerja 1 bulan dengan perhitungan proporsional dan dibayarkan menjelang hari raya keagamaan.
      3. Upah Lembur
        Upah lembur adalah tambahan upah yang dibayarkan perusahaan karena pekerja melakukan perpanjangan jam kerja dari jam kerja normal yang telah ditentukan.
c.    Iuran BPJS atau premi asuransi pegawai yang dibayarkan perusahaan
BPJS adalah program jaminan sosial yang diselenggarakan lembaga nirlaba, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Setiap warga negara Indonesia dan asing yang telah tinggal di Indonesia selama lebih dari 6 bulan wajib menjadi anggota BPJS. Iuran BPJS ini dibayarkan oleh pemberi kerja dan pekerja dengan persentase iuran dari gaji atau upah (tidak dijelaskan dalam peraturan bahwa apakah gaji ini merupakan gaji pokok, gaji bruto, gaji bersih, dsb) yang telah ditentukan dalam Peraturan Pemerintah. Iuran BPJS yang termasuk dalam komponen cara perhitungan PPh 21 ini terdiri dari:
      1. Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK)
        Jaminan Kecelakaan Kerja adalah kompensasi dan rehabilitasi bagi tenaga kerja yang mengalami kecelakaan saat mulai berangkat kerja sampai tiba kembali di rumah atau menderita penyakit yang berhubungan dengan pekerjaan. Iuran JKK dibayar sepenuhnya oleh perusahaan. Besarnya iuran berdasarkan kelompok jenis usaha dan risiko:
        • Kelompok I : premi sebesar 0,24% x upah kerja sebulan.
        • Kelompok II : premi sebesar 0,54% x upah kerja sebulan.
        • Kelompok III : premi sebesar 0,89% x upah kerja sebulan.
        • Kelompok IV : premi sebesar 1,27% x upah kerja sebulan.
        • Kelompok V : premi sebesar 1,74% x upah kerja sebulan.
      2. Jaminan Kematian (JK)
        Jaminan Kematian diperuntukkan bagi ahli waris dari peserta program BPJS Ketenagakerjaan yang meninggal bukan karena kecelakaan kerja. Pengusaha wajib menanggung iuran program Jaminan Kematian sebesar 0,3% dari gaji atau upah.
      3. Jaminan Kesehatan (JKes / BPJS Kesehatan) berlaku sejak Juli 2015
        Jaminan Kesehatan adalah program BPJS Kesehatan yang diikuti wajib pajak. Sejak 1 Juli 2015, tarif iuran Jaminan Kesehatan adalah 5% dari gaji per bulan yaitu sebanyak 4% dibayar oleh pemberi kerja dan 1% oleh pegawai.
        Gaji atau upah yang digunakan sebagai dasar perhitungan iuran Jaminan Kesehatan terdiri dari gaji atau upah pokok dan tunjangan tetap. Batas paling tinggi gaji atau upah per bulan yang digunakan sebagai dasar perhitungan iuran adalah 2 kali PTKP dengan status kawin dengan 1 anak. Untuk keluarga lainnya, yaitu terdiri dari anak keempat dan seterusnya, orang tua dan mertua, besarnya iuran adalah 1% per orang dari gaji/upah.
    1. Tunjangan PPh 21 (yang dibayarkan perusahaan, jika ada)
      Bagi pemberi kerja yang memberikan tunjangan PPh 21 kepada pegawainya, dalam hal ini bisa tunjangan PPh 21 penuh atau sebagian maka jumlah tunjangan PPh 21 ini merupakan komponen penambah penghasilan bruto. Sedangkan metode perhitungan gaji bagi pegawai yang menerima tunjangan PPh 21 adalah metode gaji bersih atau gross-up.
    2. Tunjangan BPJS (yang dibayarkan perusahaan, jika ada)
      Bagi pemberi kerja yang memberikan tunjangan BPJS (JKK, JK, JP, JKes) secara penuh dengan metode perhitungan gaji bersih atau gross up, maka tunjangan ini dijadikan komponen penambah penghasilan bruto.
  1. Pengurang Penghasilan Bruto
    Pengurang penghasilan bruto adalah biaya-biaya yang dapat mengurangi penghasilan bruto atau kotor. Termasuk di dalamnya adalah:
    1. Biaya Jabatan
      Biaya jabatan adalah biaya yang diasumsikan petugas perpajakan bahwa sebagai pegawai pasti memiliki pengeluaran (biaya) selama setahun yang berhubungan dengan pekerjaannya. Karena itu ditetapkan dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak No. PER-16/PJ/2016 bahwa biaya jabatan adalah sebesar 5% dari penghasilan bruto setahun dan setinggi-tingginya Rp 500.000,- sebulan atau Rp 6 juta setahun. Dari staf biasa sampai direktur berhak mendapatkan pengurang penghasilan bruto ini.
    2. Biaya Pensiun
      Biaya pensiun adalah pengurang penghasilan bruto dalam menghitung PPh Pasal 21 yang terutang dan harus dipotong atas penghasilan yang diterima oleh penerima pensiun secara bulanan. Besarnya biaya pensiun yang ditetapkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak No. PER-16/PJ/2016 adalah sebesar 5% dari penghasilan bruto dan setinggi-tingginya Rp 200.000,- per bulan atau Rp 2.400.000,- per tahun.
    3. Iuran BPJS yang Dibayarkan Karyawan
      Dalam hal iuran BPJS yang persentasenya dibayarkan karyawan, maka komponen dimasukkan sebagai pengurang penghasilan bruto. Iuran BPJS yang termasuk sebagai pengurang penghasilan bruto tersebut adalah:
      1. Jaminan Hari Tua (JHT)
        Program Jaminan Hari Tua ditujukan sebagai pengganti terputusnya penghasilan tenaga kerja karena meninggal, cacat atau hari tua dan diselenggarakan dengan sistem tabungan hari tua. Jumlah iuran program jaminan hari tua yang ditanggung perusahaan adalah 3,7%, sedangkan yang ditanggung tenaga kerja adalah 2%. Premi JHT yang diberikan pemberi kerja tidak dimasukkan sebagai komponen penambah penghasilan. Pengenaan pajaknya akan dilakukan pada saat karyawan menerima JHT. Sedangkan premi JHT yang dibayar sendiri oleh karyawan merupakan pengurang penghasilan bruto.
      2. Jaminan Pensiun (JP)
        Jaminan pensiun adalah jaminan sosial yang bertujuan memberikan derajat kehidupan yang layak bagi pesertanya dan/atau ahli warisnya dengan memberikan penghasilan setelah peserta memasuki usia pensiun, cacat total atau meninggal dunia. Jaminan Pensiun (JP) ini berlaku sejak Juli 2015. Iuran program JP adalah 3%, yang terdiri atas 2% iuran pemberi kerja dan 1% iuran pekerja.
      3. Jaminan Kesehatan (JKes)
        Sejak 1 Juli 2015, tarif iuran Jaminan Kesehatan yang dibayarkan oleh pegawai adalah 1%.
  2. PTKP (Penghasilan Tidak Kena Pajak)
    Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) yang merupakan komponen penting cara perhitungan PPh 21 2018 adalah jumlah nilai penghasilan bruto bagi wajib pajak yang tidak dikenakan pajak. Sesuai dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak No. PER-16/PJ/2016 dan PMK No. 101/PMK.010/2016 adalah:
    • Rp 54.000.000 per tahun atau Rp 4.500.000 per bulan untuk diri Wajib Pajak orang pribadi
    • Rp 4.500.000,- per tahun atau Rp 375.000 per bulan tambahan untuk Wajib Pajak yang kawin
    • Rp 54.000.000 per tahun atau Rp 375.000 per bulan untuk istri yang penghasilannya digabung dengan penghasilan suami
    • Rp 4.500.000 per tahun atau Rp 375.000 per bulan tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat yang menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak 3 orang untuk setiap keluarga.
3. Tarif PPh 21
Tarif PPh 21 merupakan tarif pajak yang dikenakan kepada wajib pajak orang pribadi dengan jumlah penghasilan tertentu. Tarif ini merupakan salah satu komponen penting dalam cara perhitungan PPh 21 2018 dan ditentukan berdasarkan Pasal 17 ayat (1) huruf a Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-32/PJ/2015, tarif PPh 21 ini.Tarif PPh 21 berikut ini berlaku pada Wajib Pajak yang memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP):
  • WP dengan penghasilan tahunan sampai dengan Rp 50.000.000,- adalah 5%
  • WP dengan penghasilan tahunan di atas Rp 50.000.000,- sampai dengan Rp 250.000.000,- adalah 15%
  • WP dengan penghasilan tahunan di atas Rp 250.000.000,- sampai dengan Rp 500.000.000,- adalah 25%
  • WP dengan penghasilan tahunan di atas Rp 500.000.000,- adalah 30%
  • Untuk Wajib Pajak yang tidak memiliki NPWP, dikenai tarif 20% lebih tinggi dari mereka yang memiliki NPWP.

Metode Perhitungan Gaji Karyawan
Walaupun perhitungan PPh 21 telah diatur oleh DJP, namun pada praktiknya, setiap perusahaan memiliki metode perhitungan PPh 21 sendiri yang disesuaikan dengan tunjangan pajak atau gaji bersih yang diterima karyawannya. Ada 3 metode perhitungan pph 21 2018 yang paling umum, yaitu:
  1. Metode Gross (Gaji Kotor Tanpa Tunjangan Pajak)
    Metode gross ini diterapkan bagi pegawai atau penerima penghasilan yang menanggung PPh Pasal 21 terutangnya sendiri. Ini berarti gaji bruto atau kotor pegawai tersebut belum dipotong PPh Pasal 21.
Misalnya Ardi, seorang laki-laki lajang (TK/0) menerima gaji sebulan sebesar Rp 10.000.000,-, maka:
Gaji pokok : Rp 10.000.000,-
PPh 21 (yang ditanggung sendiri) : Rp 220.883,-
Gaji bersih (take home pay) : Rp 9.779.167,-
  1. Metode Gross-Up (Gaji Bersih dengan Tunjangan Pajak)
    Metode gross-up ini diterapkan bagi karyawan atau penerima penghasilan yang diberikan tunjangan pajak (gajinya dinaikkan terlebih dahulu) sebesar pajak yang dipotong.
Misalnya Ardi, seorang laki-laki lajang (TK/0) menerima gaji sebulan sebesar Rp 10.000.000,-, maka:
Gaji pokok : Rp 10.000.000,-
Tunjangan pajak (dari perusahaan) : Rp 259.796,-
Total gaji bruto : 10.259.796,-
Nilai PPh 21 (yang dibayarkan perusahaan) : Rp 259.796,-
Gaji bersih (take home pay) : Rp 10.000.000,-
  1. Metode Net (Gaji Bersih dengan Pajak Ditanggung Perusahaan)
    Metode net ini diterapkan bagi karyawan atau penerima penghasilan yang mendapatkan gaji bersih dengan pajak yang ditanggung perusahaan.
Misalnya jika Ardi, seorang laki-laki lajang (TK/0) menerima gaji sebulan sebesar Rp 10.000.000,-,
maka:
Gaji pokok : Rp 10.000.000,-
Total gaji bruto : Rp 10.000.000,-
Pajak yang ditanggung perusahaan : Rp 220.883,-
Nilai PPh 21 (yang dibayarkan perusahaan) : Rp 220.883,-
Gaji bersih (take home pay) : Rp 10.000.000,-

B.      Cara Pelaporan pajak di Indonesia
E-Filing merupakan sistem yang berfungsi membantu wajib pajak dalam melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT) secara online. Sistem ini sebenarnya sudah berjalan sejak tahun 2005, namun belum masif digunakan karena saat itu E-Filing menggunakan jasa penyedia aplikasi, yang merupakan perusahaan swasta, sehingga masih berbayar.
Di tahun 2012 baru pemerintah menyediakan fasilitas E-Filing secara gratis khusus untuk pelaporan SPT PPh orang pribadi 1770S dan 1770SS. E-Filing bisa langsung diakses di situs http://www.pajak.go.id/ atau https://djponline.pajak.go.id/account/login. Pelaporan pajak ini dilakukan setiap bulan Maret dengan tenggat waktu hingga akhir bulan Maret.
Jika Anda sudah memiliki persyaratan yang dibutuhkan, maka tidak sulit untuk melakukan pelaporan SPT online dengan E-Filing. Adapun persyaratan untuk menggunakan E-Filing pajak adalah :

                                            1.             Kode EFIN (Electronic Filing Identification Number)
                                            2.             SPT baik dalam bentuk lembaran atau elektornik (disampaikan lewat email)
                                            3.             Sudah terdaftar di OlinePajak
Untuk bisa melakukan pengisian E-Filing, terlebih dahulu Anda harus mendapatkan EFIN. Jika Anda sudah memiliki EFIN dan sertifikat elektronik maka tidak perlu lagi meminta EFIN baru.
Yang dimaksud dengan sertifikat elektronik adalah sertifikat yang berisi tanda tangan elektronik dan identitas wajib pajak. Sertifikat elektronik diberikan pihak Dirjen Pajak pada Pengusaha Kena Pajak (PKP) sebagai bukti otentikasi pengguna layanan pajak, baik berupa aplikasi pajak yang disediakan oleh Dirjen Pajak maupun layanan permintaan Nomor Seri Faktur Pajak melalui website.
Bagi Anda yang belum, harus mengajukan permintaan EFIN ke tempat pelayanan pajak, dengan langkah-langkah sebagai berikut:
Anda harus unduh dulu formulir permohonan aktivasi EFIN di link http://pajak.go.id/content/formulir/16236/formulir-aktivasi-efin.
                                            1.             Selanjutnya pastikan Anda memiliki persyaratan lengkap yaitu;
                                            2.             Kartu Tanda Penduduk (KTP) asli dan fotokopi untuk warga negara Indonesia,
                                            3.             Paspor dan Kartu Izin Tinggal Sementara (KITAS)/ Kartu Izin Tinggal Tetap (KITAP)
                                            4.             Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) atau surat keterangan terdaftar sebagai wajib pajak
                                            5.             Email
Dapatkan dan aktifkan EFIN di kantor pelayanan pajak terdekat atau di booth pelayanan pajak. Biasanya pihak kantor pajak membuka booth layanan pajak setiap bulan Maret di area-area perkantoran untuk memudahkan karyawan.

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.